Kenapa Stroke Selalu Datang Tanpa Undangan?
Pendahuluan: Ketika Hidup Mendadak Berhenti Sebentar
Bayangkan ini: pagi itu kamu bangun seperti biasa, mata masih berat, kopi belum terseduh. Kamu ingin bangun, tapi tubuhmu menolak. Tanganmu kaku. Kaki kanan tak bisa digerakkan. Bibirmu ingin bicara, tapi hanya suara kabur yang keluar. Wajahmu setengah beku. Saat itulah kamu menyadari — sesuatu yang tidak kamu undang telah masuk ke dalam hidupmu: stroke.
Dan ia tidak mengetuk. Tidak mengucap salam. Tidak permisi.
Ia datang begitu saja.
Tiba-tiba, seluruh dunia jadi berbeda. Hal yang dulu sederhana—berdiri, menelan, berbicara—kini menjadi perjuangan luar biasa.
1. Karena Kita Tak Pernah Menyiapkan Kursi untuknya
Tidak ada orang yang menyiapkan ruang untuk penyakit. Tak ada orang yang memasukkan ‘stroke’ dalam daftar tamu. Tapi tubuh kita adalah rumah yang terus ditempati, entah oleh tamu yang baik seperti energi dan semangat, atau tamu yang diam-diam menyelinap seperti tekanan darah tinggi, kolesterol, dan kelelahan kronis.
Stroke datang karena tubuh kita tak lagi sanggup menahan tekanan. Bukan hanya tekanan darah, tapi juga tekanan hidup yang kita pendam sendiri.
2. Karena Kita Terlalu Percaya Diri Bahwa Semua Akan Baik-Baik Saja
Jawaban seperti itu sering kali lahir dari mulut kita. Kita menganggap sehat itu berarti tidak merasa sakit. Padahal tubuh bisa menahan dan menipu. Seperti bom waktu yang menunggu ledakan.
Stroke datang bukan karena kamu lemah. Justru kadang, stroke memilih orang-orang kuat yang terus menunda istirahatnya. Ia datang ketika kamu terlalu yakin bahwa kamu tidak akan kena. Padahal kesehatan bukan soal kepercayaan, tapi kesadaran.
3. Karena Kita Mengabaikan Bahasa Tubuh Kita Sendiri
Tubuh sebenarnya sudah sering memberi kode.
-
Pusing tiba-tiba.
-
Tangan kesemutan.
-
Mata berkunang.
-
Kaki mendadak lemas.
-
Dada sesak kalau terlalu marah.
Stroke adalah teriakan keras, setelah tubuhmu berulang kali berbisik tapi kau diamkan.
4. Karena Dunia Terlalu Cepat dan Kita Tak Mau Ketinggalan
Di balik layar sosial media yang penuh tawa, banyak orang sebenarnya sedang kelelahan. Dan kelelahan itu bukan cuma mental, tapi juga biologis. Jantung memompa lebih cepat, pembuluh darah menyempit, tekanan darah melonjak. Dan ketika pembuluh darah di otak tak sanggup lagi menahan beban itu… stroke mengetuk.
Atau lebih tepatnya: menerobos masuk.
5. Karena Kita Lupa Bahwa Hidup Perlu Dihidupi, Bukan Sekadar Dijalanin
Stroke mengingatkan bahwa hidup tak harus cepat—yang penting sadar.
6. Karena Kita Jarang Mengucap Terima Kasih pada Diri Sendiri
Setiap hari kita menyuruh tubuh ini bergerak, berpikir, menghasilkan. Tapi kapan terakhir kali kamu bilang: “Terima kasih sudah kuat, ya.” pada tubuhmu sendiri?
Stroke datang tanpa undangan karena kamu juga tak pernah mengundang dirimu sendiri untuk istirahat. Kamu hanya tahu mengapresiasi orang lain, tanpa pernah menghargai tubuhmu sendiri.
7. Karena Stroke Adalah Alarm, Bukan Hukuman
Dan seperti alarm lainnya, kamu bisa mematikannya. Kamu bisa bangun dan memilih berubah.
8. Karena Kita Baru Sadar Betapa Berartinya “Biasa-Biasa Saja” Setelah Stroke Datang
Dan kamu menangis. Bukan karena sakit. Tapi karena sadar—betapa banyak yang telah kamu miliki, namun tak kamu syukuri.
9. Karena Kita Lebih Takut Gagal Secara Ekonomi daripada Gagal Secara Fisik
Stroke menghapus semua saldo ATM dalam sekejap. Ia mengajarkan bahwa uang tak akan bisa membeli waktu jika tubuh sudah tak mau diajak kompromi.
10. Karena Tubuh Tak Pernah Bohong, Tapi Kita yang Selalu Menolak Percaya
Hingga stroke datang… dan memaksamu percaya bahwa tubuhmu punya batas.
Penutup: Stroke Datang Tanpa Undangan, Tapi Bukan Tanpa Arti
Dari stroke, kamu belajar:
-
Hidup bukan soal cepat, tapi soal sadar.
-
Bahagia bukan tentang mewah, tapi tentang cukup.
-
Tubuh bukan mesin, tapi sahabat.
-
Istirahat bukan malas, tapi bagian dari mencintai diri.
Artikel ini dibuat berdasarkan yang terjadi pada penulis yang sekarang pasca pemulihan stroke Jeffrie Gerry.
Puisi: “Tanpa Undangan, Aku Datang”
Aku datang bukan dengan salam
Bukan dengan suara, bukan dengan langkah
Tak kuketuk pintumu, tak kupijak pelan
Aku datang... begitu saja
Mengejutkanmu di pagi itu
Saat tanganmu tak mau mendengar perintah
Saat kakimu membatu, bibirmu kelu
Dan seluruh hidupmu berubah seketika
Bukan karena aku benci
Bukan karena aku ingin merusak
Tapi karena tubuhmu… sudah terlalu lama memanggilmu
Dan kau tak pernah menjawab
Kau tak pernah mengundangku
Karena siapa pula yang ingin didatangi penyakit?
Tapi tubuhmu—rumah yang kau isi dengan janji palsu—
sudah terlalu sesak oleh ambisi
Terlalu penuh oleh pekerjaan,
oleh tekanan,
oleh beban yang tak pernah kau bagi
Kau terlalu sibuk berlari
Mengejar waktu yang terus kau paksa
Tanpa jeda, tanpa henti
Tanpa bertanya, “Apa aku baik-baik saja hari ini?”
Kau terus berkata,
“Aku kuat. Aku mampu. Aku bisa.”
Tapi tubuhmu… menangis dalam diam
Dan aku datang
Bukan untuk menyakitimu
Tapi untuk membangunkanmu
Aku bukan kutukan
Aku adalah cambuk
Cambuk yang membuatmu menoleh
Pada dirimu sendiri
Pada kehidupan yang selama ini kau lewati tanpa sadar
Yang kau jalani tanpa hati
Yang kau pacu seperti lomba…
Padahal hidup bukan perlombaan
Aku datang tanpa undangan
Karena kau tak pernah duduk bersamaku
Tak pernah ajak tubuhmu berdialog
Tak pernah bertanya pada jantungmu,
“Apakah kamu lelah?”
Tak pernah kau tanya pada tekanan darahmu,
“Maukah kau bersahabat denganku?”
Aku tak suka datang seperti ini
Menyeret wajahmu ke lantai
Membekukan separuh tubuhmu
Mencuri kemampuanmu berbicara
Tapi aku tahu… hanya dengan cara inilah
Kau akan berhenti
Berhenti berpura-pura
Berhenti tersenyum palsu
Berhenti mengatakan,
"Aku sehat kok,"
Padahal tubuhmu sudah menjerit
Berhenti menyangkal kenyataan
Bahwa kau sedang rusak… perlahan-lahan
Aku datang saat detak jantungmu jadi senjata
Saat tekanan darahmu menjadi lonceng bahaya
Saat kolesterol menjadi penghianat diam-diam
Aku datang…
Karena semua alarm sudah kau abaikan
Karena bisikan sudah tak cukup
Karena tubuhmu kelelahan,
Dan tak ada jalan lain selain menguncinya sementara
Aku datang bukan untuk membunuhmu
Tapi untuk menghidupkanmu kembali
Dari hidup yang salah arah
Dari hidup yang terlalu cepat
Dari hidup yang tak lagi menghidupkanmu
Ketika kau tak bisa mengangkat sendok
Kau menangis
Bukan hanya karena lemah
Tapi karena sadar
Betapa selama ini kau tak pernah menghargai sendok di tanganmu
Ketika kau tak bisa berjalan
Kau terdiam
Dan kau mulai mengingat
Betapa selama ini kakimu tak pernah istirahat
Dipaksa mengejar dunia
Yang tak pernah cukup
Stroke—itulah aku—
Datang tanpa undangan,
Tapi membawa pesan
Pesan bahwa hidup harus diulang
Dari awal
Dengan perlahan
Dengan penuh kesadaran
Dengan syukur yang jujur
Dengan cinta yang tenang
Aku tahu… aku mengganggu
Menghapus agenda,
Membatalkan proyek besar
Membuat semua rencana tinggal kenangan
Tapi untuk apa semua itu,
Jika tubuhmu tak bisa lagi menikmatinya?
Kau pernah berkata,
“Hidup harus terus produktif.”
Tapi setelah aku datang,
Kau hanya ingin satu:
bisa duduk, tanpa bantuan siapa pun.
Kau pernah mengejar uang
Lembur hingga malam
Tapi setelah aku mampir,
Uangmu hanya untuk kursi roda
Untuk fisioterapi
Untuk pembalut inkontinensia
Untuk rasa malu yang harus kau telan
Tapi lihatlah dirimu sekarang
Setelah kami berdamai
Kau mulai tersenyum lagi
Bukan senyum kemenangan
Tapi senyum kesadaran
Bahwa sederhana adalah keajaiban
Kini kau mulai menghargai air putih
Yang dulu kalah oleh kopi dan soda
Kau mulai mencintai jam tidurmu
Yang dulu dipenuhi layar biru
Kau mulai bersyukur pada waktu
Yang dulu kau minta lebih,
Tapi kini kau manfaatkan lebih baik
Kau mulai berkata “tidak”
Pada beban yang tak penting
Pada marah yang tak perlu
Pada obsesi yang tak berujung
Dan kau mulai berkata “ya”
Pada tubuhmu
Pada hatimu
Pada waktu bersama keluarga
Yang selama ini tertunda
Aku datang tanpa undangan
Tapi kini kau jadikan aku guru
Kau menulis tentangku
Kau bicara padaku
Bukan lagi dengan amarah
Tapi dengan pelukan
Kau bahkan menyapa pasien lain
Menghibur mereka yang baru saja kutampar
Kau bilang,
“Tenang… ini belum akhir.
Ini justru awal dari hidup yang lebih jujur.”
Dan aku pun tersenyum
Dalam diam
Karena tugasku selesai
Karena kau sudah berubah
Karena kini, bahkan tanpaku,
Kau sudah tahu caranya mencintai dirimu sendiri
Kini aku pamit
Mungkin aku akan kembali
Mungkin tidak
Tapi kau sudah siap
Kau bukan lagi korban
Kau adalah penyintas
Penyintas yang tahu
Bahwa hidup bukan tentang berlari
Tapi tentang merasakan setiap langkah
Puisi ini ditulis berdasarkan yang terjadi pada penulis yang sekarang pasca pemulihan stroke — Jeffrie Gerry.